Hai Parents, kasus bullying menjadi permasalahan yang sangat serius. Permasalahan yang menimpa bukan hanya pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak. Praktek bullying bermacam-macam bentuknya. Mulai dari tindakan fisik hingga ejekan dan komentar pedas yang kerap sering terjadi di media sosial.
Sebagian dari kita mungkin masih menganggap ledekan yang biasa disebut ‘ceng-cengan’ dalam ruang pergaulan anak-anak adalah hal biasa. Mengganggap komunikasi verbal semacam itu sebagai sebuah bahan untuk mengakrabkan diri dengan teman tongkrongan. Padahal nyatanya, hal itu sudah termasuk dalam kategori bully, lho.
Nah, Parents biar kita lebih paham, yuk, kenali macam-macam bentuk bullying. Setidaknya ada empat macam bentuk bullying yang umum terjadi di lingkungan. Pemahaman ini bisa menjadi pegangan untuk menjaga agar anak-anak tidak melakukannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja kepada teman pergaulannya.
Pemahaman tentang bullying bisa menjadi pegangan untuk menjaga agar anak-anak tidak melakukannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja kepada teman pergaulannya. Atau mencegahnya dari menjadi korban bullying
parentspedia.com
Mengutip dari Kumparan, seorang psikolog anak, Anna Surti Ariani menjelaskan empat macam yang termasuk praktek bullying, antara lain:
1. Bullying secara fisik
Tindakan bullying yang satu ini melibatkan kontak fisik antar pelaku dan korban. Tindakannya bisa terlihat secara kasat mata. Misalnya memukul, menendang, meludahi, mendorong, merusak barang hingga melakukan tindakan lain yang terus berulang sampai merugikan secara fisik.
Bullying dengan tipe ini sangat mudah kita identifikasi, namun paling jarang para pelaku lakukan. Biasanya terjadi di antara remaja yang sedang bermasalah. Kerugian yang terjadi akibat bullying secara fisik terlihat pada luka-luka pada tubuh korban atau kerusakan pada barang yang korban miliki. Selain pada fisik bisa sampai berpengaruh pada kondisi psikis korban.
2. Bullying secara verbal
Selanjutnya adalah bullying secara verbal. Biasanya bentuk bullying yang satu ini tak kasat mata, namun dampaknya pada perasaan korban. Bullying secara verbal berupa ejekan, hinaan, fitnah, celaan, sampai terror.
Bully dalam bentuk hinaan bukan cuma menghina seputar fisik, tetapi bisa merambah ke isu seputar SARA, etnis, status ekonomi, hingga orientasi seksual seseorang.
Dampak dari bullying secara verbal akan berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang menjadi korban. Korban akan mengalami kecemasan yang berlebihan, stress sampai trauma.
3. Bullying secara sosial
Pernahkah mendengar gosip atau berita yang kebenarannya masih kita ragukan? Kalau pernah, ingatkan pada anak-anak untuk jangan sebarkan informasi tersebut, ya Parents. Sebab, menurut Anna, menyebarkan rumor atau gosip yang belum pasti hingga mengajak untuk menjauhi seseorang merupakan tindakan bullying sosial.
Dampaknya berpengaruh pada kondisi psikis korban. Kemampuan sosial emosial korban menjadi terganggu, korban juga menarik diri dari kehidupan sosialnya.
4. Cyberbullying
Dari ketiga bentuk bullying di atas, bullying yang satu ini menjadi bullying yang paling marak terjadi akhir-akhir ini. Kemajuan teknologi dan informasi menjadi faktor berkembangnya bullying jenis ini.
Menurut Anna, tindakan bullying yang satu ini salah satunya seperti memberikan komentar kasar yang bisa menjatuhkan orang lain. Lalu mengancam, hingga menyakiti orang lain dengan kata-kata yang ditulis di internet atau media sosial.
Itulah empat macam bentuk dari bullying yang masih suka terjadi di sekitar kita. Bullying bukan hanya terjadi di lingkungan rumah saja, melainkan juga di lingkungan sekolah. Oleh karena itu dengan memahami macam-macam bentuk bullying dapat meningkatkan kewaspadaan kita untuk mencegah praktek bullying terjadi. Terutama pada anak-anak.
Pada tahun 2020, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya 119 kasus perundungan terhadap anak. Jumlah ini melonjak dari tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 30-60 kasus per tahun, dan perkiraan sampai saat ini masih terus bertambah.
Mengutip dari KabarJakarta.com, UNICEF menyebutkan bahwa 45 persen anak di Indonesia menjadi korban perundungan di dunia digital atau maya (cyberbullying) sepanjang tahun 2020. Rata-rata korbannya anak usia sekitar 14 sampai 24 tahun.
Dampak bullying bukan hanya pada korban, tapi dirasakan juga oleh pelaku
Berbicara mengenai dampak bullying, perlu kita pahami juga bahwa bullying tak melulu berbicara soal dampak yang terjadi pada korban, melainkan juga soal pelaku dan saksi. Ya Parents, dampak bullying bukan hanya untuk korban, tetapi juga berdampak pada psikis pelaku dan saksi perundungan.
Dari hasil penelitian, fakta menyebutkan bahwa ternyata pelaku bully pernah menjadi korban juga. Sehingga perilaku ini terjadi seperti lingkaran yang tak terputus. Kondisi mental yang tidak sehat pada para pelaku bully seperti perasaan bahagia, puas dan merasa diakui ketika mereka berhasil mem-bully orang lain.
Dari hasil penelitian, fakta menyebutkan bahwa ternyata pelaku bully pernah menjadi korban juga. Sehingga perilaku ini terjadi seperti lingkaran yang tak terputus
parentspedia.com
Di sisi lain juga di antara mereka para pelaku ada yang merasakan perasaan takut, bersalah, sampai trauma. Jelas hal ini tidak baik bagi kesehatan mental anak-anak. Praktek bullying harus mendapat pencegahan dari orang-orang yang berada dalam lingkungan anak-anak, baik yang menjadi pelaku atau korban.
Lantas, apa saja yang bisa orangtua dan tenaga pendidik lakukan untuk mengatasi bullying di rumah maupun di sekolah?
Peran Orangtua untuk mengatasi bullying pada anak
Walaupun praktek bullying marak terjadi, bukan berarti sebagai orangtua tidak dapat mencegahnya. Ada beberapa upaya yang dapat orangtua lakukan guna mencegah terjadinya praktek bullying pada anak. Baik itu kemungkinan sebagai pelakunya atau korbannya. Upaya-upaya pencegahan tersebut antara lain:
- Cari informasi dan kenali siapa saja teman-teman anak yang rentan di-bully maupun anak yang suka mem-bully.
- Jaga keharmonisan rumah tangga agar si kecil tidak jadi bahan ledekan bagi para pem-bully.
- Menjaga lingkungan anak agar bebas bullying.
- Berikan pemahaman tentang bullying pada anak supaya mengerti tindakan pencegahan yang perlu anak lakukan berikutnya.
- Pilihlah lingkungan pertemanan yang suportif dan positif untuk anak.
Nah Parents, selain peran orangtua, peran guru juga penting dalam mencegah terjadinya praktek bullying di lingkungan sekolah. Sebagai orangtua murid, kita bisa memastikan, beberapa hal ini ke pihak sekolah, seperti:
- Adanya layanan pengaduan kekerasan atau media bagi murid untuk melaporkan bullying secara aman dan terjaga kerahasiaannya.
- Upaya kerjasama dan komunikasi aktif antara siswa, orangtua dan guru.
- Adanya kebijakan anti-bullying di sekolah.
- Memastikan adanya sarana dan prasarana di satuan pendidikan yang tidak mendorong anak berperilaku bullying.
- Adanya pelayanan pemberian bantuan bagi siswa yang menjadi korban bullying di sekolah
- Program anti-bullying di satuan pendidikan yang melibatkan siswa, guru, orangtua, alumni dan masyarakat di lingkungan sekitar satuan pendidikan.
Upaya pencegahan praktek bullying harus terus kita lakukan secara serius dan massif. Upaya-upaya tersebut di atas dapat berjalan maksimal dengan adanya kerjasama yang intens antara siswa, orangtua, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian harapan kita bersama dapat mencegah dan mengurangi praktek bullying di dunia Pendidikan.
Saya setuju orang tua berperan. Tidak hanya melindungi, pada sisi yang lain orang tua juga bisa berperan menjadikan anak sebagai perundung dengan kerap merundung anak dan mengajarkan bullying adalah tindakan yang wajar.
Orang tua berusaha untuk tidak abai soal kondisi anak dan peduli dengan memvalidasi perasaan dan pengalaman anak. Ini adalah langkah awal yang baik bagi orang tua untuk benar-benar terlibat dalam mengatasi perundungan.
Cyber bullying harus ditanggapi dengan serius karena dampaknya luas dan sudah banyak makan korban.