Kenapa Ya? Mungkin sebagian dari kita ada yang bertanya-tanya demikian. Kita heran saat bertemu dengan orangtua yang tidak kompak dalam mengasuh anak. Misalnya, soal tugas sekolah, biasanya ibu lebih disiplin, sementara ayah cenderung longgar atau malah sebaliknya. Soal gadget, si ibu selalu tegas membatasi sedangkan ayah malah cenderung longgar yang penting anak tidak rewel.
Memperhatikan fenomena itu, bersyukur saat kita merasa heran. Berarti dalam pandangan kita orangtua itu harus kompak dalam mengasuh anak. Kemudian kita mengetahui pula bahwa ada orangtua yang tidak kompak dalam mengasuh anaknya. Sebagai orangtua, mungkin kita juga pernah mengalami perbedaan pandangan dengan pasangan dalam pengasuhan anak.
Hal itulah yang kerap menimbulkan terjadinya konflik dalam keluarga. Konflik terjadi akibat perbedaan pengasuhan antara ayah dan bunda. Perselisihan dengan pasangan karena kesulitan menyatukan atau mensinergikan berbagai perbedaan yang ada pada pengasuhan anak.
Perselisihan dengan pasangan akibat kesulitan menyatukan atau mensinergikan berbagai perbedaan yang ada pada pengasuhan anak
kenapaya.id
Penyebab orangtua tidak kompak dalam mengasuh anak

Persoalan orangtua yang tidak kompak bisa disebabkan oleh beberapa hal. Sebab pertama adalah perbedaan pengalaman pengasuhan dari orangtua saat masih anak-anak hingga dewasa. Disadari atau tidak, cara mengasuh kita sebagai ayah dan bunda kepada anak-anak sangat dipengaruhi oleh cara kita dahulu menerima pengasuhan dari orangtua. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pengalaman itulah yang kini menjadi model pengasuhan kita.
Sebab kedua adalah perbedaan pengetahuan kita, baik ayah atau bunda mengenai pengasuhan anak. Pendidikan dan proses belajar yang kita alami mengubah banyak hal. Termasuk pandangan kita pada anak. Hal inilah yang menimbulkan celah perbedaan pengetahuan di antara kita sebagai orangtua. Perbedaan ini pada akhirnya mendorong pada perbedaan idealisme cara mengasuh anak.
Sebenarnya perbedaan di antara ayah dan bunda itu hal yang wajar. Karena kita, dua insan orangtua memiliki ambisi dalam membentuk anak menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan ilmu dan pengalaman hidup masing-masing. Namun ketika perbedaan tersebut terlalu signifikan dalam penerapan pengasuhan kepada anak, maka yang akan menanggung konsekuensi paling buruk adalah anak-anak.
Dampak psikologis pada anak ketika orangtua tidak kompak pengasuhannya
Bagi anak, kedua orangtua merupakan orang yang sangat berarti dalam kehidupannya. Anak memandang kedua orangtuanya sebagai satu kesatuan yang sulit untuk dipisahkan. Sikap dan pandangan anak terhadap dunia ini dibangun melalui kedua mata orangtuanya. Hal ini terjadi khususnya bagi anak-anak pada masa awal-awal tahun kehidupannya.
Kemudian saat orangtua menunjukkan perbedaan dalam memperlakukan dirinya, maka akan sangat berdampak bagi perkembangan psikologis anak. Berikut beberapa dampak yang akan anak alami akibat perbedaan pola asuh orangtua.
1. Anak menjadi bingung dan bersikap oportunis

Perbedaan ayah dan bunda dalam menerapkan aturan di rumah tidak dapat dipungkiri akan membuat anak bingung. Anak bingung menentukan siapa atau aturan mana yang harus ia ikuti. Kebingungan yang terus terjadi pada anak dapat mengakibatkan anak kehilangan pijakan kepercayaan terhadap dunia ini. Anak melihat dunia sebagai sesuatu yang tidak konsisten, sering berubah, dan tidak memiliki patokan yang tetap.
Efek jangka panjangnya, saat dewasa nanti anak menjadi pribadi yang oportunis. Kecenderungan umumnya akibat inkonsistensi yang terjadi, sedari kecil anak akan berusaha mencari sisi yang paling menguntungkan. Misalnya saja jika seorang ibu menegur dengan tegas sementara sang ayah melindungi, maka anak akan “lari” pada ayahnya, begitu sebaliknya. Maka yang terjadi pada anak bukanlah mempelajari suatu nilai tertentu namun belajar lari dan mencari tempat yang aman.
2. Anak menjadi berperilaku buruk atau agresif

Tidak adanya pijakan atau arahan yang tetap membuat anak memihak pada orangtua yang menguntungkannya. Keuntungan yang dimaksud biasanya sikap salah satu orangtua yang terlalu memanjakan dan mengikuti keinginan anak. Selain itu sikap selalu membelanya ketika anak dalam masalah atau sedang mendapat teguran dari salah satu orangtuanya atau pihak lain.
Padahal sikap tersebut lama-kelamaan akan membuatnya menjadi pribadi yang berperilaku buruk. Biasanya perilaku buruk yang nampak seperti suka membangkang, bersikap seenaknya, tidak punya rasa hormat dan menganggap remeh semua peraturan yang ada karena tidak merasa punya tanggungjawab. Kemudian apabila anak mendapat teguran akan berusaha mencari perlindungan dan sisi yang aman baginya.
3. Motivasi belajar dan berprestasi menjadi rendah

Perbedaan pengasuhan orangtua dapat berdampak pula pada rendahnya motivasi belajar dan berprestasi pada anak. Hal itu karena anak merasa di satu sisi harus menunjukkan performa yang baik, terutama misalnya saat mendapat bimbingan tegas untuk belajar dari kita, baik bunda atau ayah. Namun pada sisi lain kurang mendapatkan dukungan penuh atau apresiasi.
Jadi maksudnya adalah saat kita berusaha tegas pada anak untuk belajar dan memotivasi agar berprestasi, sedangkan ayah atau bunda bersikap longgar atau tidak memberikan perhatian serius terhadap usaha belajar anak. Hal ini yang mengakibatkan motivasi anak untuk belajar menjadi tidak mendapat dukungan penuh dan juga menjadi kehilangan arah tujuan atas motivasi dan usaha belajarnya itu.
4. Anak memiliki kecenderungan untuk lebih memihak pada salah satu orangtua

Berkaitan dengan poin pertama, yaitu sikap memihak pada salah satu orangtua, terutama yang selalu melindunginya. Sementara pada salah satu orangtua, anak cenderung menghindari atau bahkan takut. Itulah sikap oportunis yang nampak pada diri anak. Jika sudah demikian, maka salah satu orangtua akan kehilangan wibawanya di mata anak. Selain itu pada pihak yang anak dekati, alih-alih menuruti setiap perkataannya, anak melakukannya bukan atas dasar kesadaran dan kepahaman tapi karena keuntungan.
5. Timbul perasaan bersalah dalam diri anak

Perbedaan pola asuh bisa menjadi pemicu pertengkaran. Tidak jarang kita sadari atau tidak, pertengkaran yang terjadi membawa nama anak dalam konflik perbedaan pengasuhan. Hal ini yang kemudian membuat anak merasa bersalah karena menjadi pemicu pertengkaran orangtuanya. Padahal sejatinya anak tidak mengetahui apa-apa harus ikut terkena beban psikologis yakni perasaan bersalah.
Akibat beban psikologis ini, anak akan cenderung lebih menutup diri dan hilang rasa kepercayaan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Anak merasa takut menjadi masalah saat ia melakukannya.
Berbeda boleh, namun jangan sampai merugikan pengasuhan anak

Melihat dampak perbedaan pola asuh yang signifikan pada anak, maka sebagai orangtua, kita harus lebih bijaksana dalam mendidik dan mengasuh secara bersama-sama. Perbedaan antara ayah dan bunda saat mengasuh anak-anak memang mungkin akan sering muncul karena keduanya adalah pribadi yang berbeda. Namun perbedaan-perbedaan tersebut jangan sampai merugikan pengasuhan anak-anak mereka.
Dampak perbedaan pola asuh yang signifikan pada anak, orangtua harus bisa lebih bijaksana dalam mendidik dan mengasuh secara bersama-sama.
kenapaya.id
Untuk itu perlu ada upaya yang harus kita lakukan agar perbedaan tersebut menjadi hal yang positif terhadap pengasuhan anak.
Pertama, perlu untuk duduk bersama dan berdiskusi. Mencoba membangun komunikasi yang efektif antara ayah dan ibu, yang ditandai dengan saling mendengarkan keinginan masing-masing. Bersepakat bersama mengenai perencanaan bagaimana sebaiknya melakukan pengasuhan terhadap anak. Diskusi ini sebaiknya dapat menghasilkan hal-hal penting.
Kedua, orangtua harus menunjukkan kekompakan. Bahkan termasuk saat ada hal yang perlu kita terapkan dalam pengasuhan anak namun belum ada pembicaraan. Misalnya di luar hal yang berkenaan dengan keselamatan anak, ketika pasangan kita sedang menerapkan sesuatu, maka kita perlu menunjukan dukungan meskipun sebenarnya secara pribadi mungkin kurang menyetujui cara tersebut.
Diskusi mengenai cara pengasuhan anak tersebut bisa kita tunda agar didepan anak, orangtua menunjukkan konsistensi dan kekompakkan. Dalam membuat peraturan belajar, bermain, dan bersosialisasi kompaklah demi keberhasilan tumbuh kembang anak. Jika anak mendapat pengasuhan dengan cara ini, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan dapat berpijak pada kepercayaan terhadap diri dan terhadap lingkungannya.
Leave a Comment