Hai parents, belakangan ini di berbagai media sedang ramai membicarakan kasus KDRT. Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga pada periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus. Sementara, sepanjang tahun 2021 terdapat 10.247 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah korban 10.368 orang.
Kasus KDRT di Indonesia cukup tinggi. Nah, sering kali kita tidak tahu bagaimana caranya menolong seseorang yang sedang mengalami atau kita duga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kita khawatir jika salah berucap atau bertindak. Namun, kekhawatiran tersebut jangan sampai membuat kita akhirnya tidak berbuat apa-apa. Padahal bisa jadi bantuan tersebut dapat menyelamatkan hidup seseorang.
Peduli dan berusaha membantu korban KDRT
Korban KDRT bisa jadi merasa kesepian, terisolasi, dan hidup penuh ketakutan. Tidak jarang, perhatian kita untuk sekadar menanyakan kabar, bagi korban itu sudah menjadi perhatian yang berarti. Apalagi jika kita tambah dengan memastikan korban bahwa kita siap membantu, tentu akan sangat berarti dan memberikan perasaan lega untuk korban.
Memastikan pada korban KDRT bahwa kita siap membantu, tentu akan sangat berarti dan memberikan perasaan lega dan aman untuk korban
parentspedia.com
Lantas, apa sih yang bisa kita lakukan untuk membantu korban KDRT? Mengutip dari Verywell Mind, beberapa cara ini bisa dilakukan untuk membantu seseorang yang sedang dalam situasi tersebut. Setidaknya ada 8 cara yang bisa kita lakukan terhadap korban.
1. Luangkan waktu panjang
Jika kita memutuskan untuk menghubungi korban kekerasan, lakukanlah ketika situasinya sedang tenang. Jangan melibatkan diri ketika situasi memanas, karena hal tersebut bisa membahayakan diri sendiri. Pastikan kita memberikan perhatian dan waktu khusus untuk mereka. Jangan terburu-buru karena harus mengerjakan hal lain. Maka Ketika korban sudah percaya pada kita, mereka memutuskan untuk menceritakan ketakutan dan kekhawatirannya.
2. Munculkan empati dan mulai membuka obrolan
Parents, kita bisa membuka obrolan dengan mengatakan “Aku khawatir akan kondisi kamu karena…” atau “Aku cemas dengan keselamatan kamu…” atau “Aku melihat perubahan sama kamu yang bikin aku khawatir…”.
Mungkin, kita melihat seseorang yang kita curigai mengalami kekerasan, tiba-tiba berpakaian tidak seperti biasanya. Pakaiannya lebih tertutup atau menggunakan syal yang mungkin untuk menutupi luka lebamnya. Pada sikapnya tiba-tiba menunjukan sikap yang tidak biasa dan jadi lebih pendiam. Nah, keduanya bisa menjadi tanda bahwa telah terjadi kekerasan.
Pastikan korban tahu bahwa kita bisa menanggapi dengan bijak mengenai apa yang akan mereka ceritakan. Perlu kita ingat ya Parents, pastikan tidak memaksa korban untuk bercerita, biarkan korban bercerita ketika sudah nyaman dan merasa bahwa kita orang yang bisa mereka percaya.
3. Dengarkan tanpa menghakimi
Jika korban memutuskan untuk bercerita, dengarkan ceritanya tanpa menghakimi, menasihati, atau memberi solusi. Mereka butuh kita dengar. Jika kita menjadi pendengar yang baik, korban akan menyampaikan apa yang sedang betul-betul mereka butuhkan. Berikan korban kesempatan untuk berbicara sampai merasa lega.
Kita boleh bertanya, namun sifatnya hanya untuk mengklarifikasi. Sebisa mungkin biarkan korban meluapkan perasaan dan ketakutannya. Karena bisa jadi kita adalah orang pertama yang korban percaya lho, Parents.
4. Perhatikan tanda kekerasan yang nampak
Banyak korban berusaha untuk menutupi kekerasan karena berbagai alasan, dengan memperhatikan tanda-tandanya bisa memudahkan kita untuk membantu mereka. Tanda-tada kekerasan yang nampak pada fisik atau psikis-emosional mereka. Pada fisik tandanya bisa berupa mata lebam, bibir sobek, warna biru atau kemerahan pada leher, pergelangan tangan terkilir dan bekas lebam di lengan.
Tanda kekerasan emosional bisa berupa perasaan tidak berharga, takut salah dan menjadi sangat penurut, terlihat ketakutan, perubahan ekstrem dalam pola makan dan tidur, perasaan cemas, ketergantungan obat penenang, menunjukan tanda depresi, hilang semangat dalam beraktivitas atau hobi, atau bicara tentang bunuh diri.
Korban kekerasan juga bisa menunjukkan perilaku tertentu seperti menarik diri, menjaga jarak, sering tiba-tiba membatalkan janji, sangat tertutup mengenai kehidupan pribadinya atau mengisolasi diri dari teman dan keluarga.
5. Berpihak kepada korban kekerasan
Umumnya KDRT lebih cenderung kepada relasi kuasa pelaku terhadap korban dari pada amarah. Tidak jarang hanya korban yang bisa melihat sisi gelap tersebut. Sering kali, orang lain pun tidak menyangka bahwa pelaku dapat melakukan kekerasan tersebut.
Karena itu, korban sering merasa tidak akan ada orang yang percaya bahwa ia telah mengalami kekerasan. Parents, penting untuk kita memilih percaya kepada korban dan memastikan korban tahu bahwa kita mempercayainya. Memiliki orang yang mengetahui penderitaannya, akan memberikan secercah harapan dan perasaan aman bagi korban.
Katakan kepada korban, “Aku percaya kamu” atau “Ini bukan salah kamu” atau “Kamu tidak layak mendapat perlakukan seperti ini”.
6. Validasi perasaan korban
Perasaan korban terhadap pasangan dan situasi yang terjadi seringkali membuat korban KDRT mengalami konflik batin. Perasaan tersebut bisa berupa marah namun merasa bersalah, putus asa namun berharap keadaan akan lebih baik, atau takut namun masih cinta.
Jika kita ingin membantu, sangat penting untuk kita memvalidasi perasaan korban dengan mengatakan bahwa konflik batin tersebut adalah normal ia rasakan. Namun tak kalah penting untuk kita meyakinkan korban bahwa kekerasan tidak dapat dibenarkan, dan hidup dalam ketakutan akibat mengalami kekerasan fisik bukanlah hal yang wajar.
Beberapa korban kekerasan mungkin tidak menyadari bahwa situasinya tidak normal karena mereka tidak mempunyai referensi hubungan yang sehat, sehingga berangsur korban menjadi ‘terbiasa’ dengan siklus KDRT. Katakan kepada korban bahwa kekerasan bukanlah bagian dari relasi yang sehat. Tanpa menghakimi, yakinkan mereka bahwa mereka dalam situasi yang berbahaya dan kita mengkhawatirkan keselamatan korban.
7. Tawarkan bantuan yang spesifik
Parents, kita bisa membantu korban dengan mencarikan nomor hotline pengaduan, nomor kantor polisi terdekat, rumah aman, pengacara, konselor, support group atau informasi lain mengenai bantuan untuk korban KDRT atau bahkan informasi mengenai payung hukum terkait dengan permohonan perlindungan diri dan anak.
Hal terpenting adalah memastikan korban tahu bahwa kita ada jika mereka membutuhkan bantuan. Tawarkan diri jika korban ingin dan butuh kita dampingi ketika ingin melapor ke pihak berwajib.
Beritahu korban bahwa dapat juga menghubungi SAPA 129 (021-129) dan hotline 081111129129 sebagai layanan pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak dari KemenPPPA. Kontak tersebut dapat diakses oleh semua kalangan di seluruh Indonesia.
8. Bantu korban membuat rencana aman
Dengan membuat safety plan atau rencana aman, kita bisa membantu korban menyelamatkan diri jika kekerasan terjadi lagi sehingga korban bia memvisualisasikan apa yang ia butuhkan dan menyiapkan mental untuk melaksanakannya, misalnya:
- Di mana tempat yang aman ketika situasi darurat dan korban ingin meninggalkan rumah
- Alasan untuk keluar dari rumah jika korban sedang merasa terancam
- Kalimat kode yang bisa dipahami keluarga atau teman jika korban membutuhkan bantuan, tas darurat berisi uang, dokumen penting, peralatan mandi, kunci dan pakaian ganti
- Daftar nomor penting seperti rumah aman, kantor polisi terdekat, keluarga atau teman yang bisa korban percaya
Parents, itulah beberapa cara yang bisa kita usahakan untuk membantu para korban KDRT. Perlu kita ingat untuk selalu berhati-hati dan lakukan dengan hati-hati dalam membantu korban KDRT, bahkan jika diperlukan secara rahasia dari pelaku. Semua itu agar bantuan kita tidak menjadi pemicu amarah pelaku dan pada akhirnya membahayakan korban dan diri kita sendiri.
Pernah ada tetangga Pak Tentara, mukulin anaknya sampai Si Anak berlindung di rumah orang lain. Saya tlp Polisi minta bantuan, malah katanya harus ada pihak keluarga yg melapor duluan. Parah!
Kasus KDRT ini banyak tapi tersembunyi banget. Malah beberapa kasus korbannya nggak mau melapor karena merasa nggak perlu atau karena bagi dia itu hal yang wajar. Sebenarnya kasus-kasus KDRT yang sulit dilacak itu yang berhubungan sama psikis. Dan, itu justru yang sangat berbahaya.
Hoo iyaa belakangan ini lagi ramai sekali tentang KDRT 🙁 Thanks yaa kak sudah sharing tips untuk membantuk korban KDRT. Semoga kita dijauhkan dari hal hal seperti ini
Terima kasih sudah berbagi tentang pendampingan kasus KDRT, sering kali hal yang membuat korban kapok speak up adalah karena dihakimi dan perasaannya tidak divalidasi oleh orang sekitar.
Sedih banget baca berita tentang penyanyi terkenal yang mengalami KDRT ternyata udah berlangsung beberapa kali ya, tipsnya bermanfaat banget kak kadang kita ga tahu cara bantu mereka bagaimana
Di Indonesia yang patriarki, korban KDRT perempuan selalu disalahkan. Apalagi korban kekerasan verbal. Pasti dianggap sepele.
“Seharusnya kamu bersyukur cuma dimaki-maki. Belum juga dipukulin”.
Miris.